Apa itu Nahwu dan Shorof – Perspektif Pembelajaran Bahasa Arab

Setiap bahasa memiliki aturan gramatikalnya sendiri. Aturan ini, atau yang disebut dengan kaidah, dapat memiliki tingkat kesamaan yang tinggi antara satu bahasa dengan bahasa lainnya. Tingkat kesamaan yang tinggi ini berarti ada kemiripan dalam penerapan kaidah tersebut pada pembuatan ujaran dan kalimat tertulis.

Bagi pembelajar bahasa kedua, kemiripan ini menjadi faktor penentu keberhasilan mereka dalam mempelajari bahasa tersebut. Semakin mirip bahasa pembelajar dengan bahasa kedua yang dipelajari, semakin tinggi tingkat keberhasilan yang bisa dicapai. Hipotesis ini sering terbukti pada pembelajar bahasa antar negara dengan bahasa yang serumpun, seperti bahasa Indonesia dan bahasa Melayu.

Bahasa Arab adalah salah satu bahasa kedua yang dipelajari di perguruan tinggi. Kaidah gramatikal dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah ilmu nahwu dan ilmu shorof. Ilmu nahwu mengatur susunan kata dalam kalimat, atau disebut juga kaidah sintaksis.

Sementara itu, ilmu shorof mengatur perubahan kata kerja dalam sebuah kalimat, disesuaikan dengan jumlah subjek, waktu, dan jenis subjek, atau disebut juga kaidah morfologi. Salah satu perbedaan signifikan antara bahasa Arab dan bahasa Indonesia terletak pada kaidah morfologi. Dalam bahasa Indonesia, kata kerja tidak berubah berdasarkan subjek, waktu, atau jenis subjek.

Selain itu, secara simbolis, huruf yang digunakan dalam bahasa Arab berbeda secara keseluruhan dengan huruf yang digunakan dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu, pembelajar bahasa Indonesia yang mempelajari bahasa Arab akan memulai dengan menguasai sistem fonologi (pengenalan huruf secara lisan dan tulisan), kemudian morfologi (perubahan bentuk kata kerja), sintaksis (penataan kata dalam kalimat), dan semantik (penetapan makna kata dalam kalimat).

Berdasarkan penjelasan di atas, saya beranggapan bahwa meskipun morfologi dan sintaksis tidak terpisahkan dalam satu kalimat, keduanya adalah dua hal yang berbeda dengan lingkup kajian masing-masing. Dalam kaidah bahasa Indonesia, materi morfologi tidak begitu banyak karena tidak ada perubahan kata kerja berdasarkan subjek atau waktu, seperti dalam bahasa Arab.

Bagi pembelajar bahasa Arab yang bahasa pertamanya adalah bahasa Indonesia, perbedaan ini menjadi signifikan dalam proses kognitif mereka. Untuk membentuk kalimat sederhana, pembelajar harus memproses kaidah sintaksis dan morfologi.

Penelitian ini mencoba mendeskripsikan perbedaan pembelajaran kaidah sintaksis dan morfologi dari sudut pandang mahasiswa. Hasil penelitian diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun materi ajar di sekolah, madrasah, maupun perguruan tinggi.

Dalam penelitian ini, saya memfokuskan pada dua permasalahan utama: bagaimana pemahaman pembelajar bahasa kedua tentang nahwu dan shorof, serta di antara keduanya, mana yang lebih mudah dipelajari?

Pengertian Nahwu

Dalam bahasa Arab, sintaksis dikenal sebagai ilmu nahwu.

Menurut Syarif (2017:97), “Sintaksis adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara kata, frasa, klausa, dan kalimat satu dengan lainnya.” Dengan demikian, mempelajari ilmu nahwu berarti memahami kaidah-kaidah penyusunan kata atau frasa dalam kalimat.

Pengertian Shorof

Dalam bahasa Arab, morfologi disebut ilmu shorof.

Abdul Lathif dalam Azhar (2016:xxvi) menyatakan, “Ilmu shorof adalah ilmu yang mempelajari struktur kata dan keaslian huruf-hurufnya, penambahannya, penghapusannya, kemurniannya, penggantiannya, dan segala perubahan yang terjadi.” Jadi, mempelajari ilmu shorof berarti memahami perubahan-perubahan kata dalam kalimat.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ilmu nahwu dan ilmu shorof memiliki keterkaitan dan peranan masing-masing dalam pembentukan sebuah kalimat. Ilmu nahwu membahas tentang posisi dan hubungan kata dalam kalimat, sedangkan ilmu shorof membahas tentang perubahan kata-kata dalam kalimat.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Penelitian ini dilakukan terhadap mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA) UIN Antasari Banjarmasin secara alami, tanpa intervensi apapun dalam prosesnya.

Sugiyono (2014:1) menyatakan, “Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, di mana peneliti berperan sebagai instrumen kunci.”

Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif berdasarkan data yang diperoleh.

Sumber data penelitian ini adalah lima mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Arab. Metode pengambilan data dilakukan melalui wawancara dengan lima mahasiswa tersebut, yang terdiri dari mahasiswa semester dua dan semester empat. Pembagian sumber data adalah sebagai berikut:

Baca Juga :  Penjelasan Lengkap Isim Dhamir Beserta Contohnya
Sumber DataSemester
Mahasiswa 14
Mahasiswa 24
Mahasiswa 32
Mahasiswa 42
Mahasiswa 52

Dalam proses analisis data, saya melakukannya secara sistematis dengan mengorganisasikan data dan kemudian menarik kesimpulan.

Seperti yang diungkapkan Lexy (2013:280), “Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja sesuai data yang tersedia.”

Data dan Analisis Data

Data yang diperoleh berasal dari wawancara dengan 5 mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Arab. Data ini disajikan dalam bentuk narasi berdasarkan partisipan. Setiap narasi kemudian dianalisis untuk mendapatkan gambaran umum tentang nahwu dan shorof dari perspektif pembelajar bahasa kedua.

Paparan Data

Data akan disajikan secara berurutan berdasarkan setiap partisipan, berisi informasi dari wawancara yang menjawab dua rumusan masalah utama.

Mahasiswa 1

Rumusan masalah pertama berfokus pada pemahaman pembelajar bahasa kedua tentang ilmu nahwu dan shorof. Menurut Mahasiswa 1, nahwu adalah kaidah Bahasa Arab yang digunakan untuk mengetahui bentuk kata dan kondisinya, baik dalam keadaan terpisah (mufrod) maupun dalam bentuk kalimat (murokkab). Ilmu shorof, yang merupakan bagian dari nahwu, khusus membahas perubahan bentuk kata atau tashrif.

Mahasiswa 1 menjelaskan bahwa ilmu shorof fokus pada perubahan bentuk kata kerja, sehingga sering disebut ilmu tashrif. Meskipun nahwu dan shorof memiliki tingkat kesulitan yang hampir sama, pemahaman terhadap keduanya bergantung pada kemampuan individu.

Berikut adalah narasi deskriptif dari wawancara dengan Mahasiswa 1:

“Ilmu nahwu adalah ilmu yang mengatur bentuk kata bahasa Arab, baik saat kata tersebut berdiri sendiri maupun saat sudah tersusun menjadi kalimat. Sementara itu, ilmu shorof membahas perubahan bentuk kata dan disebut juga ilmu tashrif karena fokus pada perubahan kata kerja.

Oleh karena itu, saya menganggap bahwa ilmu shorof adalah bagian dari ilmu nahwu karena hanya mengatur perubahan pada satu kata dalam kalimat, sementara ilmu nahwu mengatur perubahan keseluruhan kata dalam kalimat. Dengan demikian, ilmu nahwu memiliki ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan ilmu shorof.”

Rumusan masalah kedua membahas ketertarikan pembelajar bahasa kedua terhadap ilmu nahwu dan shorof. Mahasiswa 1 mengungkapkan bahwa kedua ilmu ini saling melengkapi dan sama-sama penting dalam pembelajaran bahasa Arab, tanpa ada yang lebih mudah dipelajari daripada yang lain.

Melalui analisis ini, diharapkan dapat memberikan pemahaman yang jelas tentang perbedaan dan keterkaitan antara kaidah sintaksis dan morfologi dari sudut pandang mahasiswa, serta menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun materi ajar di berbagai lembaga pendidikan.

Mahasiswa 2

Mahasiswa 2 memiliki pemahaman bahwa ilmu nahwu adalah ilmu yang membahas perubahan harakat pada akhir kata dalam bahasa Arab, sedangkan ilmu shorof membahas perubahan kata itu sendiri. Menurut Mahasiswa 2, kedua ilmu ini memiliki peran penting masing-masing: ilmu nahwu menentukan bagaimana harakat sebuah kata dibaca, sedangkan ilmu shorof menentukan perubahan kata tersebut. Dengan kata lain, ilmu nahwu mengatur harakat kata, dan ilmu shorof mengatur huruf dalam kata.

Mahasiswa 2 lebih tertarik mempelajari ilmu nahwu terlebih dahulu karena dianggap lebih aman dan membantu dalam merangkai kalimat dan ujaran, meskipun tidak mengesampingkan pentingnya ilmu shorof.

Mahasiswa 3

Mahasiswa 3, yang masih berada di semester dua, juga berpendapat bahwa ilmu nahwu menentukan baris atau harakat kata, sedangkan ilmu shorof menentukan perubahan bentuk kata. Pemahaman Mahasiswa 3 hampir sama dengan Mahasiswa 2, di mana ilmu nahwu membahas baris akhir kata melalui I’rab dan ilmu shorof membahas perubahan kata.

Namun, Mahasiswa 3 merasa ilmu shorof lebih mudah dipahami karena tidak membahas berbagai faktor yang mempengaruhi perubahan baris seperti pada ilmu nahwu. Meski demikian, Mahasiswa 3 menganggap penting mempelajari ilmu nahwu karena menentukan posisi kata dalam kalimat.

Baca Juga :  Mengenal Ilmu Balaghah dan Objek Kajian Utamanya

Mahasiswa 4

Mahasiswa 4, juga dari semester dua, berpendapat bahwa ilmu nahwu mempelajari baris akhir kata, sementara ilmu shorof mempelajari timbangan atau wazan dalam perubahan kata. Perbedaan utama dari Mahasiswa 4 adalah pemahaman tentang wazan pada ilmu shorof yang menjadi dasar perubahan kosa kata bahasa Arab.

Mahasiswa 4 merasa bahwa ilmu shorof lebih mudah dipelajari karena hanya membutuhkan penghafalan timbangan atau wazan yang sudah ada. Namun, Mahasiswa 4 lebih tertarik mempelajari ilmu nahwu karena dianggap wajib untuk membuat kalimat yang utuh.

Mahasiswa 5

Mahasiswa 5 menganggap ilmu nahwu sebagai ilmu yang mempelajari baris atau harakat akhir kata, sedangkan ilmu shorof mempelajari timbangan atau wazan suatu kata. Mahasiswa 5 merasa bahwa ilmu nahwu lebih mudah dipelajari karena hanya membutuhkan pengetahuan tentang makna kosa kata, yang kemudian bisa digunakan sesuai fungsinya seperti dalam bahasa pertama. Menurut Mahasiswa 5, ilmu nahwu lebih sederhana dan tidak serumit ilmu shorof.

Analisis Data

Berdasarkan paparan data di atas, pemahaman lima mahasiswa terhadap ilmu nahwu dan ilmu shorof menunjukkan kesamaan yang mencolok. Secara umum, mereka memahami bahwa ilmu nahwu adalah kaidah yang menentukan baris atau harakat suatu kata dalam sebuah kalimat, sedangkan ilmu shorof adalah kaidah yang menentukan perubahan bentuk kata berdasarkan timbangan atau wazan yang sudah ada. Tidak ada informasi lain yang mereka sampaikan selain pemahaman tersebut.

Kecenderungan mahasiswa dalam mempelajari ilmu nahwu dan ilmu shorof bervariasi. Mahasiswa 2 dan Mahasiswa 5 menyatakan bahwa mempelajari ilmu nahwu lebih mudah karena dianggap kurang rumit dibandingkan ilmu shorof dan mempelajari ilmu nahwu terlebih dahulu dapat mempermudah pembuatan kalimat.

Sebaliknya, Mahasiswa 3 dan Mahasiswa 4 merasa lebih mudah mempelajari ilmu shorof karena fokusnya hanya pada perubahan satu kata dalam kalimat, sehingga tidak membingungkan.

Mahasiswa 1 berpendapat bahwa mempelajari kedua ilmu ini tidak dapat dipisahkan karena keduanya saling melengkapi. Ilmu nahwu mengatur penggunaan kata dalam kalimat, sedangkan ilmu shorof mengatur perubahan kata dalam kalimat.

Diskusi Hasil Penelitian

Dari analisis data, terlihat adanya keberagaman perspektif di kalangan pembelajar bahasa kedua terhadap ilmu nahwu dan ilmu shorof. Beberapa mahasiswa merasa lebih mudah mempelajari ilmu nahwu, sementara yang lain merasa lebih mudah mempelajari ilmu shorof.

Ada juga yang menganggap keduanya sama pentingnya karena saling melengkapi dalam pembuatan kalimat. Ilmu nahwu mengatur penggunaan kata dalam kalimat, dan ilmu shorof mengatur perubahan kata dalam kalimat.

Syukur Ghazali (2013:49) dalam bukunya tentang komponen-komponen kompetensi komunikatif menyebutkan bahwa salah satu dimensi dalam kemampuan bahasa adalah struktur gramatikalisasi, yang mencakup ilmu nahwu dan ilmu shorof.

Arif Rahman (2013) juga menekankan pentingnya tidak hanya fokus pada ilmu nahwu saja, tetapi juga pada metode pembelajaran, graduasi materi, variasi latihan, dan aspek lain yang mendukung penguasaan kedua ilmu tersebut.

Sehri (2010:59) menambahkan bahwa agar pelajar dapat memahami ilmu nahwu dengan lebih mudah, dibutuhkan metode pengajaran yang variatif dan tidak terpaku pada satu metode tertentu, menyesuaikan dengan situasi dan kondisi pelajar.

Kesimpulan

Berdasarkan paparan data, analisis data, dan diskusi hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pemahaman mahasiswa tentang ilmu nahwu dan ilmu shorof adalah seragam.

Namun, kecenderungan kemudahan dalam mempelajarinya bervariasi berdasarkan faktor psikologis masing-masing pembelajar bahasa kedua.

Perspektif mereka bersatu dalam hal peranan keduanya dalam pembuatan kalimat, di mana ilmu nahwu mengatur susunan kata dalam kalimat, sedangkan ilmu shorof mengatur perubahan kata dalam kalimat.

Penulis

  • ChaDiBa

    Ketika pena menyentuh kertas, ide-ide yang semula hanya berserakan dalam pikirannya mulai membentuk pola, melahirkan makna yang tidak hanya mencerminkan dunia luar tetapi juga menghidupkan dunia dalam diri kita. Menulis adalah proses memahat batuan kosong menjadi patung yang menggambarkan keindahan batin dan kebijaksanaan yang baru ditemukan.

    Lihat semua pos

Tagged with:
Bahasa Arab