Untuk memahami Bahasa Arab dengan baik dan benar, kuncinya adalah tekun mempelajari Ilmu Nahwu.
Ilmu Nahwu adalah ilmu yang sangat penting dalam memahami Bahasa Arab dengan baik dan benar. Jika ingin mahir berbahasa Arab, mempelajari Ilmu Nahwu dan Shorof adalah keharusan, namun kali ini kita akan fokus pada Ilmu Nahwu saja.
Ilmu Nahwu secara sederhana dapat dijelaskan sebagai ilmu yang mengatur tata bahasa Arab, terutama terkait perubahan akhir kalimat. Misalnya, kita sering mendengar kata “Allah” dalam Al-Quran yang bisa dibaca sebagai Allahu, Allaha, atau Allahi. Setiap perubahan ini memiliki makna dan penyebab tersendiri.
Selain itu, ada aturan lainnya seperti kata “muslimani” yang bisa berubah menjadi “muslimaini”. Bagi yang belum pernah belajar Ilmu Nahwu, memahami konsep ini bisa jadi menantang karena banyak definisi dan aturan yang harus dipahami.
Nahwu menurut bahasa berarti tujuan, contoh, ukuran, bagian, dan sebagainya.
Menurut Syaikh Musthofa Al-Ghuyalaini, Nahwu adalah ilmu tentang kaidah-kaidah yang memungkinkan kita mengetahui keadaan kata dalam Bahasa Arab dari segi i’rab dan mabni. Artinya, kita bisa mengetahui akhir kata tersebut dalam keadaan rafa’, nashab, jar, atau jazem saat berada dalam kalimat.
Nahwu adalah ilmu yang memungkinkan kita memahami hukum-hukum kalimat Arab, baik secara individu (mufrad) atau tersusun (murakkab). Atau, kaidah-kaidah untuk memahami bentuk-bentuk kata dalam keadaan mufrad, tasniyyah, atau jama’.
Menurut Al-Sayyid Ahmad Dahlan, Nahwu adalah ilmu tentang kaidah-kaidah yang membantu kita mengetahui hukum kata dalam Bahasa Arab ketika tersusun dalam kalimat, dari segi i’rab dan mabni, termasuk alasan pembatalan hukum dan penghapusan kata ganti.
Ilmu Nahwu juga diartikan sebagai sintaksis, yaitu ilmu yang menyusun kalimat sehingga kaidah-kaidahnya mencakup aspek lain selain i’rab dan mabni, seperti al-muthabaqah (kesesuaian bunyi) dan word-order (tata urutan kata).
Menurut Maftuh Ahnan, Nahwu adalah pengatur atau penentu akhir kata, menentukan apakah kata tersebut diberi harakat fathah, dammah, sukun, atau kasrah.
Sementara itu, Hifni Bek Dayyab dan lainnya mendefinisikan Nahwu sebagai kaidah-kaidah untuk mengetahui bentuk dan keadaan kata dalam Bahasa Arab, baik saat berdiri sendiri maupun dalam susunan kalimat.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Ilmu Nahwu adalah ilmu tentang kaidah-kaidah yang membantu kita mengetahui hukum kata dalam Bahasa Arab, baik saat berdiri sendiri atau dalam kalimat, dari segi i’rab dan mabni.
Ini memungkinkan kita menentukan harakat akhir kata dan memastikan keakuratan ucapan kita dalam Bahasa Arab.
Dikisahkan dari Abul Aswad ad-Du’ali, ketika ia mendengar seseorang membaca Al-Quran dengan keliru, yaitu pada QS. At-Taubah: 3, dengan bacaan:
أَنَّ اللهَ بَرِىءٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولِهُ
Kesalahan ini terjadi karena qari mengkasrahkan huruf lam pada kata “rasuulihi” yang seharusnya didhammah. Kesalahan ini mengubah makna ayat menjadi:
“…Sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang musyrik dan rasulnya…”
Padahal, seharusnya ayat tersebut berbunyi:
أَنَّ اللهَ بَرِىء مِنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُوْلُهُ
Yang artinya adalah:
“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik.”
Kesalahan ini membuat Abul Aswad ad-Du’ali merasa khawatir bahwa keindahan dan ketepatan Bahasa Arab akan rusak. Hal ini terjadi pada masa awal Kekhalifahan Islam.
Kekhawatiran ini disadari oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib. Untuk mengatasi masalah ini, Ali bin Abi Thalib mulai menyusun pembagian kata, bab inna wa akhawatuha, bentuk idhofah (penyandaran), kalimat ta’ajjub (kekaguman), kata tanya, dan lain-lain. Ali kemudian berkata kepada Abul Aswad ad-Du’ali, (اُنْحُ هَذَا النَّحْوَ) “Ikutilah jalan ini”.
Dari sinilah, ilmu kaidah Bahasa Arab yang disebut Ilmu Nahwu bermula dan terus dikembangkan. Abul Aswad ad-Du’ali melaksanakan tugasnya dan menambah kaidah-kaidah tersebut dengan bab-bab lainnya hingga Ilmu Nahwu menjadi lebih sempurna.
Dalam riwayat lain, disebutkan bahwa suatu ketika Abul Aswad melihat Khalifah Ali r.a termenung. Ia mendekati Ali dan bertanya, “Wahai Amirul Mu’minin! Apa yang sedang engkau pikirkan?” Ali menjawab, “Saya dengar di negeri ini banyak terjadi lahn (kesalahan tata bahasa), maka aku ingin menulis sebuah buku tentang dasar-dasar bahasa Arab.”
Beberapa hari kemudian, Abul Aswad mendatangi Khalifah Ali r.a dengan membawa lembaran bertuliskan:
Bismillahir rahmaanir rahiim. Al-kalaamu kulluhu ismun wafi’lun wa harfun. Fal ismu maa anbaa ‘anil musammaa, wal fi’lu maa anbaa ‘an harakatil musammaa, wal harfu maa anbaa ‘an ma’nan laisa bi ismin walaa fi’lin.
Yang artinya:
“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Ujaran terdiri dari isim (kata benda), fi’il (kata kerja), dan harf (kata sambung). Isim adalah kata yang mengacu pada sesuatu (nomina), fi’il adalah kata yang menunjukkan aktivitas, dan harf adalah kata yang menunjukkan makna yang tidak termasuk kategori isim dan fi’il.”
Tujuan mempelajari Ilmu Nahwu adalah untuk menjaga keakuratan lisan dan tulisan dalam Bahasa Arab, baik dalam pengucapan maupun penulisan, terutama dalam memahami kalam Allah SWT dan kalam Rasulullah SAW. Ilmu ini membantu kita agar tidak melakukan kesalahan dalam pengucapan dan penulisan bahasa Arab yang dapat merusak makna.
Objek Kajian Ilmu Nahwu meliputi kata-kata dalam Bahasa Arab, khususnya terkait keadaan dan hukum bacaannya.
وهو علمٌ استخرجه المتقدِّمون فيه مِن استقراء كلام العرب، حتى وقفوا منه على الغرض الذي قصده المبتدئون بهذه اللغة
Artinya:
Ilmu Nahwu adalah ilmu yang disusun oleh para pendahulu melalui pembacaan kalam Arab, sehingga mereka menempatkan ilmu ini sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh para pelajar dalam bahasa Arab.
هو انتحاءُ سَمْتِ كلام العرب في تصرُّفه؛ من إعراب وغيره؛ كالتثنية، والجمع، والتحقير، والتكسير، والإضافة، والنَّسب، والتركيب، وغير ذلك، ليلحق مَن ليس مِن أهل اللغة العربية بأهلها في الفصاحة، فينطق بها وإن لم يكن منهم، وإن شذَّ بعضهم عنها، رُد به إليها
Artinya:
Ilmu Nahwu adalah mengarahkan pokok kalam Arab dalam hal perubahannya, baik dari segi i’rab maupun lainnya, seperti tasniyah, jama’, bentuk kalimat tahqir, taksir, idhafah, nasab, tarkib, dan lain sebagainya, supaya orang yang tidak ahli dalam Bahasa Arab bisa menjadi fasih, meskipun bukan orang Arab.
Meski beberapa dari mereka mungkin kesulitan, dengan ilmu nahwu mereka bisa kembali ke Bahasa Arab yang benar.
3. Pengertian Ilmu Nahwu menurut Ibnu Yaisy:
النحْوُ قانونٌ يُتوصَّل به إلى كلام العرب
Artinya:
Ilmu Nahwu adalah aturan yang dengannya bisa dicapai kalam Arab.
هو علم يعرف به حال أواخر الكلم، وعلم النحو يبحث في أصول تكوين الجملة وقواعد الإعراب
Artinya:
Ilmu Nahwu adalah ilmu yang dengannya diketahui keadaan akhir kalimat. Ilmu nahwu juga membahas asal-usul pembentukan kalimat serta kaidah-kaidah perubahan akhir kalimat.
Dalam pengertian lain, ilmu nahwu juga didefinisikan sebagai:
وهو العلم الذي يضبط ويعرف به حالة أواخر الكلمة من حيث الإعراب والبناء، ولهذا يجب إدراك نوع الكلمة وعلاقتها بالكلمة التي قبلها، فأقسام الكلمة كما هو متعارف عليه هو اسم وفعل وحرف، فمثلاً هناك أحرف تنصب وتجزم، وأسماء منصوبة مثل التمييز والحال والمفعول به وغيرها، وأفعال مثل الماضي والمضارع والأمر
Artinya:
Ilmu Nahwu adalah ilmu yang menjelaskan dan dengannya diketahui keadaan akhir kalimat dari segi i’rab dan bina’. Oleh karena itu, wajib memahami jenis-jenis kata dan hubungannya dengan kata sebelumnya. Pembagian kata ini mencakup isim, fi’il, dan huruf.
Misalnya, ada huruf-huruf yang mengharuskan kata setelahnya dibaca nashab atau jazm, isim-isim yang dibaca nashab seperti isim tamyiz, hal, maf’ul bih, dan sebagainya, serta fi’il seperti fi’il madhi, mudhari’, dan amr.
Demikianlah beberapa pengertian Ilmu Nahwu dari para ulama, sebagai tambahan untuk memperkaya pemahaman kita. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bish-shawab.