Bahasa Arab adalah salah satu bahasa resmi internasional yang paling berpengaruh di dunia. Hal ini terutama karena jumlah umat Islam yang besar, yang tersebar di seluruh dunia. Islam kini telah berkembang tidak hanya di Asia dan Afrika, tetapi juga di benua-benua lainnya, menunjukkan penyebaran bahasa Arab ke seluruh penjuru dunia.
Bahasa Arab memiliki kedudukan khusus dalam Islam sebagai bahasa Al-Qur’an dan bahasa yang diyakini akan digunakan di surga. Oleh karena itu, banyak umat Muslim merasa bangga dan bahagia mempelajarinya. Untuk mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu Islam, kemampuan berbahasa Arab sangatlah penting karena banyak referensi utama dalam agama ini ditulis dalam bahasa Arab.
Menariknya, bahasa Arab tidak hanya diminati oleh Muslim. Di kampus Kulliyah Da’wah Islâmiyah di Tripoli, Libya, banyak mahasiswa non-Muslim dari Jepang, Italia, Prancis, dan negara lainnya yang datang untuk belajar bahasa Arab. Mereka mengikuti program yang bervariasi dari satu bulan hingga satu tahun. Hal ini menunjukkan betapa penting dan berpengaruhnya bahasa Arab di dunia saat ini.
Di Indonesia, bahasa Arab telah masuk sejak datangnya Islam. Mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam turut memperluas penggunaan bahasa Arab. Bahasa ini diajarkan di berbagai lembaga pendidikan, baik formal maupun non-formal, seperti pesantren, sekolah, dan kampus, serta oleh para ustadz secara personal. Di banyak pesantren, bahasa Arab tidak hanya dipelajari tetapi juga dipraktekkan dalam percakapan sehari-hari. Di tingkat perguruan tinggi, dilakukan kajian dan pengembangan dalam linguistik dan sastra Arab, serta diterbitkan banyak buku terkait ilmu bahasa Arab.
Pengaruh bahasa Arab sangat besar bagi pelajar Islam. Tidak hanya di kalangan pelajar di sekolah atau kampus berlabel Islam, tetapi juga di kalangan mahasiswa dari jurusan umum seperti teknik dan psikologi. Hal ini menegaskan pentingnya bahasa Arab dalam berbagai bidang studi.
Bahasa Arab di Indonesia diajarkan di berbagai lembaga pendidikan, baik formal maupun non-formal. Di pesantren, bahasa Arab diajarkan secara intensif mencakup berbagai cabang ilmu seperti Nahwu, Sharf, dan Balaghah, serta digunakan dalam percakapan sehari-hari. Di sekolah-sekolah Islam non-pesantren, pengajaran bahasa Arab biasanya terbatas pada dasar-dasar bahasa tanpa kewajiban menggunakannya dalam percakapan sehari-hari.
Di kampus-kampus Islam, bahasa Arab diajarkan dengan kaidah-kaidah dasar yang mudah dipahami. Namun, di jurusan bahasa atau sastra Arab, pengajaran sudah mencakup kajian linguistik dan sastra Arab yang lebih mendalam, menghasilkan berbagai penelitian terkait ilmu bahasa Arab. Beberapa kampus Islam, seperti ma’had-ma’had AMCF dan LIPIA Jakarta, bahkan menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran di dalam dan luar kelas.
Selain di lembaga formal, bahasa Arab juga diajarkan secara kelompok maupun individual melalui kursus, les privat, atau oleh para ustadz. Semangat mempelajari bahasa Arab di Indonesia sangat besar, menjadikannya populer di kalangan remaja Muslim serta orang-orang yang sudah pensiun.
Penggunaan Bahasa Arab di Indonesia dalam percakapan sehari-hari dapat kita nilai dari segi kefasihan dan kesesuaian dengan kaidah bahasa yang benar. Seringkali, bahasa Arab yang digunakan di kalangan santri pesantren terpengaruh oleh bahasa Indonesia. Contohnya adalah ungkapan seperti “lâ mâdza-mâdza” (tidak apa-apa) atau “maujûd-maujûd faqath” (ada-ada saja). Meski secara kata per kata ungkapan ini tidak salah, namun ketika digabungkan menjadi kalimat, maknanya tidak akan dipahami oleh penutur asli bahasa Arab karena ungkapan seperti itu tidak ada dalam kehidupan sehari-hari mereka. Ungkapan yang benar untuk “tidak apa-apa” adalah “lâ baˋsa” atau “laisa musykilah”. Sementara “ada-ada saja” yang digunakan untuk merespon hal yang dianggap bercanda atau tidak biasa dapat diubah menjadi “laqad mazahta” (becanda aja kamu) atau “hâdzaâ syaiˋun jadîd” (ini sesuatu yang baru).
Kesalahan dalam penggunaan ungkapan-ungkapan ini biasanya terjadi karena pengaruh bahasa Indonesia yang digunakan sehari-hari, atau karena kurangnya pemahaman tentang kaidah bahasa Arab. Selain itu, ungkapan-ungkapan tersebut mungkin sudah menjadi tren di kalangan santri.
Namun, banyak juga pesantren dan lembaga pendidikan bahasa Arab yang berusaha untuk mempraktikkan bahasa Arab sesuai dengan kaidah yang benar, seperti di ma’had-ma’had AMCF, LIPIA Jakarta, Ar-Rayah Sukabumi, dan lainnya. Ini menunjukkan bahwa bahasa Arab tetap dapat terjaga orisinalitasnya. Meskipun pada tahap awal banyak pelajar yang mungkin masih melakukan kesalahan, seiring waktu dan bertambahnya pembelajaran, mereka akan menjadi lebih baik dan benar dalam penggunaannya.
Oleh karena itu, penting bagi para pengajar dan pendidik bahasa Arab untuk menekankan penggunaan bahasa yang tepat dalam percakapan sehari-hari. Memahami bahasa Arab secara teoritis belum tentu membuat seseorang mampu menggunakannya secara praktis dalam percakapan lisan. Wallâhu a’lam.